Just another WordPress.com weblog

Tag Archives: hafidzh

Pada tanggal 17 April 2010 di Salman diadakan sebuah acara yang berjudul The Infinity of AlQur’an yang terdiri dari talkshow dan bedah buku.

Pada talkshow tersebut hadir sebagai pembicara M Hasan S., Kang Mumun dan Ibu dari M. Nashih. Beliau- beliau ini adalah sebagian manusia pilihan yang telah menghafal Al Qur’an. Sedangkan pada bedah buku Doktor Cilik hadir Ibu Dina Y Sulaeman sebagai penulis buku tersebut.

Baiklah kita mulai mengambil pelajaran dari acara pertama.

Menurut Kang Hasan, ada beberapa alasan mengapa kita harus menghafalkan Al Qur’an. Ada sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa pada hari akhir nanti AlQur’an akan mendatangi para manusia penghafal AlQur’an dalam bentuk manusia. Lalu ia akan memakaikan sebuah mahkota yang bercahaya dan cahayanya lebih terang dari sinar matahari. Selain itu, orang tua penghafal Al Qur’an akan diberikannya sebuah jubah yang jika dibeli maka seluruh harta dunia tak kan sanggup untuk menyamai harganya. (artinya tak terbeli).

Kang Hasan mengatakan bahwa keluarga beliau merupakan keluarga yang islami sehingga segalanya diatur secara islam. Hal itulah juga yang membuat beliau mempu menghafalkan AlQur’an hingga sekarang. Beliau menghafal AlQur’an  bahkan sejak kecil. Tidak heran jika beliau sudah mengoleksi lebih dari 20-25 juz hafalan AlQur’an. Beliau berujar bahwa biasanya waktu menghafalkan AlQuran paling tepat adalah saat setelah subuh. Karena pada saat itu urusan kuliah belum begitu mengganggu, misal PR. Selain itu, otak masih fresh. Menurutnya, hambatan dalam menghafal adalah mengantuk saat menghafal dan mudah lupa.

Pembicara selanjutnya adalah Kang Mumun. Beliau adalah seorang tunanetra yang mampu menghafal AlQuran. Dengan segala keterbatasan beliau mampu untuk mengoleksi sedikitnya 20 juz hafalan AlQuran. Beliau mulai menghafal AlQur’an di Wiyata Guna pada tahun 2002. Beliau mangatakan bahwa hal pertama yang harus kita lakukan adalah meyakini bahwa AlQuran adalah pedoman hidup kita. Dengan begitu, kita akan merasa bahwa menghafalkan ALQur’an adalah suatu kebutuhan. Beliau adalah orang yang luar biasa sebab untuk menghafalkan AlQur’an sebab beliau harus sanggup berkosentrasi penuh untuk menghafalkan, selain itu beliau menghafalkan dari AlQur’an braile yang untuk membacanya saja butuh konsentrasi penuh. Hambatan yang pernah beliau alami adalah ketika tangan beliau patah dalam sebuah kecelakaan (terjatuh dari pohon), karena hal itu, beliau jadi tidak bisa membaca ALQur’an Braile sampai tangannya sembuh. Selain itu, untuk mempertahankan semangat menghafal AlQur’an adalah adanya kesadaran dari diri sendiri dan mempunyai teman yang dapat saling mengingatkan untuk tetap menghafal. Beliau selalu menyempatkan 15-30 menit dalam sehari untuk menghafal AlQur’an di sela kesibukannya. Kata beliau, supaya cepat hafal, ayat yang baru dihafal hendaknya dipakai saat sholat.

Pembicara selanjutnya adalah ibu dari M Nashih S. Beliau menjelaskan bahwa seorang anak akan dapat menghafal AlQur’an dengan cepat jika perasaannya senang terhadap AlQur’an. Beliau mengungkapkan bahwa beliau sering melantunkan ayat-ayat AlQur’an semenjak sang anak masih di dalam kandungan. Setelah lahir, sang anak selalu diperdengarkan ayat-ayat AlQur’an hingga ayat AlQur’an menjadi kian familiar dengan anak. Setelah sang anak agak besar barulah ia diberi hafalan oleh sang Ibu. Untuk mempermudah proses hafalan, sang anak biasanya dipancing dengan barang yang disukainya, begitu tutur Sang Ibu. Setelah hafalannya agak banyak dan sang anak siap, maka sang anak dititipkan di sebuah pondok pesantren untuk menghafal AlQur’an. Begitulah hingga sang anak menjadi Hafidz AlQur’an.

Sekarang, mari kita perhatikan jadwal dari sang ibu. Setelah beliau melaksanakan sholat Tahajjud, pada pukul 03.00 beliau mengajarkan AlQur’an pada anaknya yang masih kecil. Setelah sholat subuh beliau menambah hafalan baru bagi anak-anaknya. Kemudian beliau bekerja. Setelah sholat maghrib, anak anak beliau mempunyai tugas mandiri untuk menambah hafalan ataupun mengulang hafalan yang tadi diberikan. Begitulah jadwal beliau. Saya tidak begitu detail memperhatikannya.

Acara talkshow ini berakhir saat menjelang sholat ashar.

Setelah sholat Ashar, maka acara dilanjutkan dengan bedah buku doktor cilik oleh Ibu Dina Y Sulaeman. Beliau adalah orang Indonesia yang mendapatkan beasiswa untuk belajar di Iran. Beliau tinggal di sana selama 8 tahun. Pada awalnya beliau kuliah di sebuah universitas, namun beliau tidak menamatkan kuliah nya tersebut dan memilih untuk bekerja di sebuah stasiun radio. Saat berada di sana beliau mengetahui bahwa ada komunitas untuk menghafal AlQur’an bagi anak-anak yang bernama Jami’atul Qur’an. Komunitas tersebut menggunakan cara tersendiri supaya sang anak bisa menghafal AlQur’an, diantaranya adalah dengan isyarat tangan. Dengan cara ini, dipercaya bahwa ingatan akan ALQur’an tidak akan mudah lepas. Selain itu, ayat-ayat pertama yang dihafalkan adalah ayat-ayat pilihan yang berhubungan dekat dengan anak kecil, sehingga anak -anak kecil. Menurut beliau, hal ini dimaksudkan untuk pengkondisian sang anak supaya siap dan senang dalam menghafalkan ALQur’an. Beliau sempat menitipkan anaknya di komunitas ini. Majelis ini didirikan oleh seorang ayah yang sudah hafal Al Qur’an. Beliau adalah ayah dari Muhammad Husein Tabataba’i, manusia yang telah menjadi Hafidz saat usianya baru menginjak umur 5 tahun. Pada awal menikah, sang ayah dan ibu belumlah hafal AlQur’an, tetapi saat itu juga pasangan ini mulai berkomitmen untuk menghafalkan AlQur’an. Di Iran, biasanya ada majelis tersendiri untuk menghafalkan AlQur’an, lalu ikutlah mereka pada majelis tersebut. Ketika anak mereka lahir, sang anak ikut diajak ke majelis tersebut. Dan dengan metode Jami’atul Qur’an yang tadi anak-anaknya mulai diajari AlQur’an. Mungkin dengan jalan inilah sang anak mampu untuk menghafal dengan sangat baik. Muhammad Husein Tabataba’i mendapat gelar doktor kehormatan dari sebuah universitas Islam di Inggris karena beliau mampu lulus ujian doktoral dari universitas tersebut yang berlangsung selama 210 menit. Beliau memenuhi 5 kriteria yang ditetapkan untuk bisa lulus dari ujian tersebut. Dan dengan izin ALLOH, beliau yang pada saat itu masih kecil lulus dan diberi gelar doktor Honoris Causa. Luar Biasa, Subhanalloh..

Begitulah pelajaran yang dapat kami sampaikan pada pembaca. Maafkan jika kurang berkenan.

Salam sukses selalu.

Hanya ALLOHlah yang mengetahui hakikat kebenaran.

Wassalamu’alaikum..